Subscribe RSS

Assalamu 'Alaykum.. saya pemilik blog ini.
saya ingin menawarkan space iklan di blog ini..

Ukuran yang ditawarkan
120 x 120 = 30.000 ribu selama 1 minggu
160 x 160 = 40.000 ribu selama 1 minggu
468 x 60 = 50.000 ribu selama 1 minggu

iklan akan dipajang di sidebar dan di bar paling bawah
bagi yang berminat silahkan kirimkan email ke abumuhammad.umar@yahoo.com

Category: | 0 Comments

Sesungguhnya ilmu adalah agama, maka lihatlah

dari siapa kalian mengambil agama kalian.

(Ibnu Sirin)

Masih segar dalam ingatan kita, kisah-kisah indah pada saat mendapat nasihat agama. Tentunya memberikan dampak yang luar biasa. Hati yang keruh menjadi bersih, hati yang rusak berubah menjadi hati bening. Semuanya itu tersalurkan akibat seorang yang kita anggap “bergizi” dalam agama. Adalah penceramah, dia menyumbangkan hasil kaji agamanya telah merubah paradigma keberagamaan masyarakat. Sehingga pencermah betul-betul konsisten dalam berdakwah. Dan masyarakat harus menimba ilmu lebih banyak lagi.

Akan tetapi, fenomena belakangan ini, terjadi silang pendapat. Dari mana sebaiknya menimba ilmu? Sebab sudah banyak yang berpendapat! Katakanlah, fenomena ustas dan ustadz juga patut ditelusuri keberadaannya. Satu pihak memberikan pencerahan. Di pihak lain mengeruhkan keberagamaan seseorang. Karena itulah, apa sih defenisi 2 insan itu? Dan apa tujuan mereka?

“Ustas” sebuah kata yang mencakup makna luas dan mendasar, akhiran “s.” Anak-anak kecil sering memanggil orang dewasa yang ke masjid dengan sapaan ringan ini, “Pak Ustas.. Pak Ustas!” Sebagai orang berpenampilan agamis. Dia hanya menampilakan fisik agamis, tapi hakikatnya ada tendensi tertentu melakukan hal demikian.

Lain pula dengan Ustadz.

“Ustadz” secara etimologi dan leksikal bersal dari bahasa Parsi yang, sebagaimana sejumlah kata lainnya, mengalamai arabisasi dengan pengubahan “s” menjadi “dz” bagian akhir hurufnya. Secara etimologi adalah atribut yang disandang oleh seseorang yang memiliki kualifikasi maksimum dalam mengajarkan sbidang ilmu agama.

Secara populer “ustadz” “merupakan simbol kompetensi intelektual (akademis). Mereka adalah orang-orang berilmu agama sesuai fakta di lapangan.

Dalam bahasa Arab orang tersebut dinamakan Ulama.

Ibnu Juraij –rahimahullah- berkata, “Barangsiapa yang mengenal Allah, maka dia adalah orang alim.” (Jami’ Bayan Ilmu wa Fadhlih, hal. 2/49)

Dilihat dari defenisi di atas, tentu harus ada pembeda antara para Ustadz dan Ustas. Secara umum ada 5:

  1. Ustadz adalah orang-orang yang tidak menginginkan kedudukan, dan membenci segala bentuk pujian serta tidak menyombongkan diri atas seorang pun.

Al-Hasan (ulama Timur) mengatakan: “Orang faqih (paham agama) adalah orang yang zuhud terhadap dunia dan cinta kepada akhirat, bashirah (berilmu) tentang agamanya dan senantiasa dalam beribadah kepada Rabbnya.”

Hal demikian kontroversi dengan ustas, mereka justru berkebalikan. Lihat saja di lingkungan sekitar. Pasti terdapat banyak ustas, dia berlomba-lomba mencari kedudukan, ingin dipuji, dan sombong terhadap orang-orang disekitarnya. Semuanya terlaksana dengan “kostum” agamis untuk menipu masyarakat.

  1. Ustadz yaitu orang tidak berharap kepada dunia, tetapi cinta kepada akhirat, bashirah (berilmu) tentang agamanya dan senantiasa dalam beribadah kepada Rabbnya. Berbeda lagi ustas, mereka justru sangat kontroversi, dia cinta dunia dan tidak berharap akhirat. Bayangkan saja, ibadahnya dilaksanakan tatkala “pejabat-pejabat” memantaunya. Tapi, ketika bersendirian, laksana bunglon. Berubah warnalah dia, tidak beribadah lagi.
  2. Ustadz yakni orang yang tidak mengaku-aku berilmu, tidak bangga dengan ilmunya atas seorang pun, dan tidak serampangan menghukumi orang yang jahil sebagai orang yang menyelisihi As-Sunnah. Sungguh luar biasa ustadz ini, bagaimana dengan ustas? Mereka riya dengan ilmu (pamer) ilmu agamanya.
  3. Ustadz adalah orang-orang yang memiliki keahlian melakukan istinbath (mengambil hukum) dan memahaminya.

Sebagaimana firman Allah, artinya, “Apabila datang kepada mereka suatu berita tentang keamanan atau ketakutan, mereka lalu menyiarkannya. Kalau mereka menyerahkan kepada rasul dan ulil amri diantara mereka, tentulah orang-orang yang mampu mengambil hukum (akan dapat) mengetahuinya dari mereka (rasul dan ulil amri). Kalau tidak dengan karunia dan rahmat dari Allah kepada kalian, tentulah kalian mengikuti syaithan kecuali sedikit saja.” (QS. An-Nisa: 83)

Sementara ustas, secara spontanitas “seenaknya” mengambil hukum sendiri. Mereka tidak bercermin kepada dalil-dalil Al-Qur’an dan As-Sunnah. Ditambahkan lagi, dia sendiri tidak paham tentang keputusannya itu.

  1. Ustadz adalah orang-orang yang tunduk dan khusyu’ dalam merealisasikan perintah-perintah Allah Subhanahu wa Ta'ala. Bagaimanakah dengan ustas? Dengan kepala di atas, malah dia melanggar perintah Allah, melaksanakan larangan Allah.


Karena itulah, ustadz bukan lagi simbol intelektualisme yang berbasis pada penguasaan agama. Melainkan ustadzlah yang memilikinya. Masyarakat Indonesia harus pandai dan cermat dalam mengambil ilmu agama sebagaimana perkataan Ibnu Sirin di atas.Ustas ini pandai memainkan perasaan, mengeksploitasi emosionalitas hadirin, terutama kaum ibu metropolitan mudah digoncangkan.

Mari kita renungkan kembali, kepada siapa mesti menimba ilmu yang kemudian akan diamalkan. Apalah artinya paham agama, tapi hakikatnya ilmu “ustas” yang semberono menyiasati hukum-hukum Islam. Ustas tidak takut lagi kepada Allah Sang Pencipta dan Pengatur Semesta Alam ini.

Padahal jika mereka mau, maka dengarkan firman Allah, artinya:

“Sesungguhnya yang paling takut kepada Allah adalah ulama (ustadz).” (QS. Fathir: 28)

Category: | 0 Comments


Sekolah merupakan lahan pendidikan yang sudah banyak diketahui oleh manusia. Manusi tidak henti-hentinya menyekolahkan ke lembaga pendidikan ini. Banyak orang tua menganggap bahwa disinilah “lahan” keberhasilan bagi anak-anaknya. Apakah betul demikian? Anak-anak akan sukses di persekolahan? Apakah lembaga pendidikan sebagai tempat menggali potensi anak-anak?

Seorang penulis handal dan motivator, Gede Prama mengatakan, “Manusia hidupnya tidak diselamatkan oleh pendidikan, tapi diselamatkan oleh keterampilan. ”

Wow, cukup kontroversial bagi kita dari kutipan di atas. Tapi mari kita lihap sejauh apa interpretasi hal di atas. Pendidikan sekarang ini sebenarnya sudah jauh dari tujuan awalnya, yakni pendidikan adalah menjadikan yang tidak tahu menjadi tahu. Yang semestinya adalahmenjadikan yang tidak mau menjadi mau. Ada beberapa perbedaan dari hal itu. Yang pertama, adalah sasarannya adalah ilmu. Sementara yang kedua adalah ”moral dan karakter”. Karena itulah sebenarnya maksud dari Gede Prama dari kutipan diatas adalah, pendidikan sebenarnya tidak menciptakan hanya pada jalur ilmu, akan tetapi yang dibentuk semestinya adalah “karakter.”

Sebagaimana jauh-jauh hari ditekankan oleh “Bapak” Pendidikan Nasional Ki Hajar Dewantoro, bahwa pendidikan merupakan daya upaya untuk memajukan bertumbuhnya karakter. Juga ditegaskan dalam Undang-undang No.20/2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional dengan tegas juga menggariskan, “Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa...”.Namun, apa yang terjadi selama ini? Pendidikan hanya sebatas hapalan belaka, ketika anak-anak ditanya “mengapa demikian”? Mereka hanya menjawab, “Begitu pula dikatakan buku!” Hal ini disebabkan oleh “mind set” kita tidak pernah berubah. Kita hanya larut dalam gelombang “pendidikan klasik” yang tidak sesuai dengan kaidah sebenarnya. Sehingga dampak tragis dari hal ini adalah siswa tidak lagi diajar untuk berkarakter, jadinya adalah siswa tidak memiliki sopan santun kepada gurunya! Memberontak kepada guru! Ilmu “padi” tidak berlaku lagi, yang katanya semkin berilmu semakin merunduk! Sungguh sangat tragis.

Mari kita simak bagaimana sebenarnya pendidika di luar negeri. Salah satu contoh adalah Negara Australia. Guru-guru Australia jauh lebih khawatir jika anak-anak murid mereka tidak menyebrang jalan dengan benar, mengelola sampah dengan tidak baik, berbicara dengan tidak santun, tidak berempati, tidak peduli terhadap teman dan lingkungan serta tidak berpikir kritis terhadap hal-hal yang merusak/menggangu, ketimbang jika murid mereka tidak menguasai matematika dan pelajaran Akademis lainnya.

Karena mereka mengatakan bahwa kita hanya perlu waktu 3 bulan untuk melatih seorang anak bisa metematika, namun diperlukan waktu lebih dari 15 tahun untuk bisa membuat seorang anak mampu berempati, peduli teman dan lingkungan serta memiliki karakter yang mulia untuk bisa menciptakan kehidupan yang lebih baik.

Dan ternyata waktu mendidik Karakter itu tidak bisa dilakukan kapan saja, melainkan memiliki rentang waktu yang sangat terbatas sekali yakni sejak mereka Balita hingga Remaja. Sementara kita bisa mengajarkan materi akademis kapan saja diperlukan tanpa ada batas waktunya.

Jadi, wajarlah jika mereka lebih menaruh perhatian pada pembentukan karakter anak ketimbang kemampuan akademis.

Karena itulah, perlu kiranya adanya semacam evaluasi bagi dunia pendidikan kita, yaitu “pencinptaan karakter.” Kalau kita bisa mendorong ke arah karakter ini, maka kesuksesan akan segera datang.

Jelas sekali perkataan seorang nomor 1 di dunia, Bill Gates mengatakan bahwa, “Sebenarnya yang dibutuhkan untuk sukses diperlukan integrity (akhlak/karakter).”

Kita semua yakin, bahwa ketika dunia pendidikan saat ini sudah “diamandemenkan”, maka tidak ada lagi pencitraan negatif terhadap generasi kita. Mari kita bersama-sama membentuk itu, kalau bukan kita siapa lagi? Kalau bukan sekarang kapan lagi!

Semua mengaku telah meraih tangan Laila

tapi Laila tidak mengakui yang demikian itu.

Tragis memang, di masa kontemporer ini semakirn merebak fenomena perpecahan ummat Islam. Entah siapa yang mesti kita benarkan dan salahkan? Semuanya memiliki jawaban “manis” untuk mempertahankan argumentasinya. Tapi apakah jawaban manis itu diakui keabsahannya?

Katakanlah banyaknya kasus terorisme, bom bali pada 12 Oktober 2002 di Legian Bali, bom pada tanggal 5 Agustus 2003 di Hotel JW Marriott, dll yang -gosipnya- tertuju pada masyarakat Islam. Benarkah demikian? Bahwa Islam yang dinyatakan sebagai agama rahamatallil ‘alamin sebagai pemicu kericuhan di tengah manusia? Salahkah jika sekiranya kita melakukan penelulusan apa sebenarnya faktor “perangsang” terjadinya fenomena ini?

Mari kita “flash back” apa itu Islam tidak sempurnya?

Jawaban pasti, Islam adalah agama yang sempurnya, Allah berfirman, artinya:

"Pada hari ini telah Aku sempurnakan untuk kalian agama kalian dan telah kusempurnakan nikmat-Ku bagi kalian dan Aku ridha Islam sebagai agama kalian." (Al Maidah : 3)

Nah, berbicara tentang Islam, maka tentu kita akan kembali kepada sejarah munculnya agama sempurna ini.

Toh, kita akan bersatu bahwa Islam “ditenteng” oleh sang pelopor yaitu Rasulullah Shallallu ‘alaihi wa sallam. Setelah Nabi mulia ini diberi amanah oleh Allah Subhana Wa Ta’ala tentu mendapatkan mandat agar disampaikan kepada umat manusia.

Umat manusia di zaman Rasulullah disebut sebagai sahabat Rasul, seperti para Khalifah Rasyidin: Abu Bakar As-Siddiq, Umar bin Khattab, Utsman bin Affan, dan Ali bin Abi Thalib. Dan masih banyak dari sahabat-sahabat Nabi yang mendapatkan ajaran Islam. Nah, setelah para sahabat Nabi meninggal, maka datanglah generasi yang baru disebut sebagai tabi’in (murid-murid para sahabat). Kemudian, ketika tabi’in meninggal, maka datang lagi generasi pelanjut disebut tabi'ut tabi'in (murid-murid para Tabi’in).

Mereka inilah penegak adanya Islam hingga sampai ke kita. Tiga generasi yang memperjuangkan Islam ke seluruh pelosok dunia. Dan penyebutan bahasa arab bagi pendahulu-pendahulu itu disebut sebagai “salaf.”

Semua generasi tersebut telah mendapat pengakuan dari Rasulullah.

Rasulullah Shallallahu 'alahi wa alihi wa sallam menyatakan:

“Sebaik-baik manusia adalah generasiku (sahabat) kemudian generasi setelahnya (tabi’in) kemudian generasi setelahnya (tabi’ut tabi’in)”. (Al-Hadits)

Dan perlu diketahui, ketika Rasulullah telah mengakui peran dan “pedoman” para salaf, maka sewajib-wajibnya kita melakukan aktivitas berdasarkan contoh panutan tersebut. Yakin dan percaya –insya Alloh- kita akan selamat.

Allah telah menjamin dalam firmannya, arinya:

“Orang-orang yang terdahulu lagi yang pertama-tama (masuk Islam) di antara orang-orang muhajirin dan Ansar dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik, Allah rida kepada mereka dan mereka pun rida kepada Allah dan Allah menyediakan bagi mereka surga-surga yang mengalir sungai-sungai di dalamnya; mereka kekal di dalamnya selama-lamanya. Itulah kemenangan yang besar.” (QS. At-Taubah: 100)

Jelas sekali bahwa orang-orang yang pertama masuk Islam tentunya para sahabat. Mereka adalah salaf. Oleh karena itu, kembali merujuk kepada sumber Islam, kembali berkaca pada tindak-tanduk panutan, maka itu sumber kemenangan.

Dan sangat mudah kita melacak fenomena-fenomena rancu yang terjadi pada masyarakat. Kegelisahan dalam mengambil keputusan syari’at pun demikian sangat mudah. Tinggal bagaimana kita “mencocokkan” apakah fenomena dan keputusan itu selaras dengan pemikiran para salaf kita.

Ambil contoh kasus pengeboman. Imam Samudra dan orang-orang yang melakukan tindakan yang sama sepertinya, mereka menghancurkan dan melukai diri mereka dengan memasang bom di tubuh, dengan bom mobil, atau cara lainnya. Apakah itu berasal dari Islam? Ataukan hanya Islam berlogo “salah”?

Pertama, melihat gerak-gerik mereka ternyata sumbernya adalah mereka menjastifikasi yang dibom yakni orang kafir, maka berhak dibom, musuh-musuh Islam.

Baik, pendapat yang -logis- bagi akal yang kaku. Tapi ketahuilah bahwa kafir di Indonesia itu jenisnya adalah kafir musta’man. Artinya yaitu orang di luar Islam yang mendapat jaminan keamanan dari kaum muslimin atau sebagian kaum muslimin. Kafir jenis ini juga tidak boleh dibunuh.

Dalam hadits ‘Ali bin Abi Tholib radhiyallahu ‘anhu (salaf), Rasulullah shollallahu ‘alaihi wa alihi wa sallam menegaskan:

“Dzimmah (janji, jaminan keamanan dan tanggung jawab) kaum muslimin itu satu, diusahakan oleh orang yang paling bawah (sekalipun)”. (HR. Bukhari-Muslim).

Berkata Imam An-Nawawy rahimahullah: “Yang diinginkan dengan dzimmah di sini adalah aman (jaminam keamanan). Maknanya bahwa aman kaum muslimin kepada orang kafir itu adalah sah (diakui), maka siapa yang diberikan kepadanya aman dari seorang muslim maka haram atas (muslim) yang lainnya mengganggunya sepanjang ia masih berada dalam amannya".

Oleh karena itu, tidak benar bahkan yang tepatnya salah bagi mereka pelaku bom-bom tanpa mengikuti jejak pemahaman para salaf. Andaikata mereka Islam “benar”, maka tidak mungkin bahkan mustahil akan melakukan aktivitas bodoh ini.

Sungguh, solusi terbaik dari kerancuan-kerancuan pemikiran adalah dengan berbaliknya kita kepada sumber pembawa Islam, yaitu para salaf. Kebenaran akan diterangkan oleh para pendahulu kita dan kesalahan pun akan diterangkan olehnya sepanjang kita masih mau melirik pemahaman mereka. Sehingga dengan maraknya perpecahan akan bisa tersolusikan, insya Allah kita akan kembali ke masa kejayaan, dan tidak menjadi Islam yang salah!

Category: | 0 Comments

Hari menjengkelkan datang menghampiriku. Sebenarnya, bukan harinya yang mengecewakan. Tapi, peristiwa ini membuat pusing dan berdampak sistemik padaku.

Tepat ba’da asar. Kupersentase judul seminar “Animasi Fisika Berbasis Macromedia Flash.”

Sepanjang perjalanan materi, tiap slide kubahas dengan cepat, mengingat waktu semakin larut dan teman-teman sudah menunggu terlalu lama.

Kututup dengan ucapan salam.

Sang Moderatorpun mempersilahkan penguiji menyampaikan pertanyan-pertanyaan kritis.

Disinilah terjadi kekecewaan, ada satu pertanyaan sukar kuterima. Betapa tidak, sudah 2 bulan kupersipkan dasar-dasar materi ini. Tapi toh, engtah mengapat si penguji berkata begini, “Seharusnya judul kamu: Penerapan Macromedia Flash dalam pembelajaran Fisika.”

Statement menusuk ke rulung nalarku. Ku tak sanggup menahan kekecewaan. Koreksi telah ku terima dari pembimbing, sekarang kritik lagi dari penguji.

Huft…

Kekecewaan mendalam itu karena penguji tidak paham betapa pentingnya kita memupuk kreatifitas, menambah wawasan psikomotorik. Namun, betullah peribahasa: Bagaikan menyatukan minyak dan air.

Penguji lain, aku pun lain.

Rekan-rekan sekalian, coba kita telusur apa yang terjadi jika selama ini kita hanya menggodok hasil terus, tanpa berpikir untuk mencoba membangun program animasi.

Jika julul penguji kita ambil, maka dampaknya hanya mengajar mahasiswa untuk mengcopy file-file animasi macromedia di internet atau dari orang lain. Semuanya tidak orisinal.

Sementara jika kita merekonstruksikan pembuatan materi dengan usaha sendiri sebagaimana judul seminarku, maka yakinlah bahwa tidak ada lagi plagiator-plagiator merajarela.

Huft…

Nasi telah menjadi bubur.

Hendak hatiku memperkuat alas an itu, tapi nampak “otoriter” kekuasan masih berlaku. Penguji ibarat orang cerdas, tak bisa dikritik. Mahasiswa tetap mengekor atas hajat penguji.

Dimanakah kesadaranmu wahai dosenku? Selalu mengeritik tanpa memaknai maksud dan tujuan kami? Ingatlah, negara kita tidak diselamatkan karena pendidikan, melainkan keselamatan itu karena “keterampilan.”


“Dalam setiap perjumpaan, pasti ada perpisahan.”

Sebuah ungkapan mengharukan bagi manusia pada saat berhadapan suatu kondisi tertentu.

Baru-baru ini kita mendengarkan berita heboh. Memberikan dampak signifikan bagi masyarakat Indonesia yang notabene pecinta “sosialisasi.” Sebutlah kabar penutupan layanan Facebook pada tanggal 15 Maret 2011. Memang sejak munculnya layanan megah ini di dunia maya, semua perhatian terfokus padanya.

Facebook membuktikan jarak bumi makin bisa dilipat. Komunikasi semakin dekat. Oleh karena itu, mulai dari kalangan anak usia sekolah, mahasiswa, bahkan yang sudah berkeluarga mengaksesnya. Tetapi, kesemua khayalak itu memiliki pandangan lain dalam menyiasati situs ini. Ada menggunakannya sebatas mengisi waktu luang, ada juga untuk ajang bisnis, hendak mengikuti kuis, dan macam-macam tendensi mereka.

Sehingga siapa sangka, pada bulan September 2007 situs ini menjaring 50 juta user dari berbagai dunia. Dan dalam setiap pekan bertambah 1 juta pengguna, atau rincinya 200 ribu per hari.

Facebook lahir di bumi berkat “keringat” mantan mahasiswa Harvard bernama Mark Zuckerberg. Awalnya peredaran layanan ini hanya independen. Artinya peruntukan untuk mahasiswa Harvard saja. Akan tetapi setelah 2 pekan, terjadi peningkatan user di Boston. Maka mahasiswa beragama Yahudi ini kemudian dibantu oleh 2 koleganya bernama Dustin Moskowitz dan Chris Hughes untuk mensosialisasikan situs ini. Usaha merekapun semerbak bunga, dalam tempo 4 bulan semenjak pendiriannya sudah merambat ke 30 universitas di dunia.

Untuk Negara Indonesia, pengunjung situs Facebook pada tanggal 6 Maret 2009 lebih dari 1,4 juta orang. Gimana dengan sekarang? Apakah bertambah atau berkurang? Kita pasti sudah mengetahuinya.

Sehingga berkat prestasinya itu, maka mahasiswa berumur 26 tahun ini pun dilibatkan dalam majalah Forbes sebagai milyarder termuda. Dan berhasil mendapatkan penghargaan Young Global Leaders.

Prestasi menakjubkan. Akan tetapi bagaiman nasib anak Edward dan Karen Zuckerberg ini? Yang akan menutup sendiri “situs megahnya” disebabkan situs ini membuatnya sters?

“….Facebook telah di luar kendali dan stres pada pengelolaan perusahaan ini telah mengganggu hidupku. Aku harus mengakhiri semua kegilaan ini!” kata Mark Zuckerberg dalam konferensi pers di luar kantornya di Palo Alto.

Vice President of Technical Affairs Facebook sendiri menajamkan berita ini bahwa 15 Maret nanti (2011) semua pengguna FB tidak akan dapat lagi mengakses akun facebooknya. Bahkan para petinggi di Facebook menyarankan para pengguna untuk mulai menyelamatkan dokumen atau foto pribadi yang terpasang.

Menyangkut berita tersebut, muncul beragam sikap di kalangan masyarakat,

Ada yang menyesalkan bahkan marah karena akun facebook pribadinya akan di tutup. Mereka berpendapat bahwa Facebook telah menjadi salah satu bagian dalam hidupnya selama ini. Banyak sekali kegiatan maupun usaha bisnis online yang digerakkan via Facebook. Adapula menyesalkannya karena ia sudah memiliki ribuan bahkan jutaan teman yang harus putus komunikasi.

Namun ada juga masyarakat yang gembira dengan rencana penutupan Facebook. Mereka bersorak-ria adanya info itu. Mereka gembira lantaran anaknya akan terbebas dari aktifitas berkelanjutan di situs jaring pertemanan tersebut. Mereka yang notabene orang tua menyambut senang berita tersebut.

Belum lagi Facebook dapat menyebabkan PHK bagi karyawan, sebagai contoh seorang perempuan di Swiss yang dilansir BBC Minggu 26 April 2009 keluar dari pekerjaannya Nationale Suisse sebab mengalami migran akibat mengakses Facebook dari iPhone. Sehingga produktivitas dan kinerjanya menurun.

Selanjutnya dapat membawa kerugian bagi mahasiswa. Penelitian baru bahwa IPK mahasiswa menurun yang menjadi anggota Facebook menurun ketimbang yang tidak mengakses Facebook. Penelitian ini dipresentasekan oleh kandidat program doctoral dari Ohio State University, Aryn Karpinski dan rekannya Adam Duberstein dari Ohio Dominican University. Beliau setelah mengadakan survey pada 219 mahasiswa mahasiswa program sarjana dan diploma, ternyata mengambil benang merah IPK bagi mahasiswa yang tidak mengakses Facebook antara 3,5-4,0 sementara pengakses terjadi penurunan sekitar 3,0-3,5.

Terdapat pula kerugian bagi militer. Sebut saja militer Inggris baru-baru saja mengusulkan agar terdapat pelarangan tegas untuk tidak mengakses Facebook. Hal ini merusak keamanan Negara dan mengobrak-abrik stabilitas Negara. Karen semua anggota militer tersebut dapat membuka informasi rahasia negaranya.

Situs jejaringan sosial ini pula, membawa kerugian bagi kekokahan rumah tangga. Fenomena facebooking telah tercatat dalam sejarah memberikan kontribusi terjadinya kasus-kasus perselingkuhan. Apakah suami menjadi “buaya darat” atau istri menyamar “buaya laut.”

Ditambahkan lagi Mark Zuckerberg sendiri menyatakan bahwa dirinya tidak peduli dengan uang (untuk membubarkan situs ini-pen.) dan lebih baik memilih kehidupannya yang dahulu kembali.

Inilah yang menjadi alasan masyarakat dunia yang sangat senang jika Facebook akan konsisten ditutup.

Tetapi, respon tetap kembali kepada masyarakat. Semua memiliki pandangan berbeda. Apakah mereka sedih dengan kabar penutupan layanan sosial ini? Atau malah sebaliknya, riang-gembira menyambut “closing web” ini.

Lalu bagaimana dengan kita rakyat Indonesia. Apakah Anda “welcome” terhadap rencana Facebook di tutup 15 Maret nanti ?

Category: | 0 Comments

Dikisahkan ada sepasang suami istri setiap hari kemana-mana selalu dengan mobil mewah. Mereka adalah pasangan yang begitu sibuk dengan berbagai aktivitas. Maklum sang suami adalah seorang pengusaha sukses dan istri adalah wanita karir. Dan anak merekapun disekolahkan di tempat yang terbaik dengan segala fasilitas yang serba mewah. Tentunya si anak juga disediakan sopir yang mengantarnya kemana ia pergi. Mereka terkenal di sekitar tempat tinggal mereka dan hampir semua orang mengenalnya termasuk mengenal semua kendaraan yang mereka pakai. Mereka memang tidak tinggal dilingkungan khusus orang kaya. Para tetangga masih banyak hidup sederhana. Tidak masalah mereka tetap dapat hidup rukun berdampingan. Dan masing-masing mempunyai kehidupan sendiri.

Seperti biasanya mereka berangkat pagi dan baru pulang menjelang malam dan itu berlangsung entah sudah berapa lama. ”Pak, lihat betapa bahagianya mereka. Jam segini mereka sudah ada dirumah, bercengkrama dengan keluarga sedangkan kita masih sibuk dengan segudang pekerjaan” Ucap sang istri ketika melintasi sebuah keluarga sederhana yang sedang berbincang-bincang diteras rumah. ”Iya...ya...ma. kapan yach kita bisa seperti mereka yang setiap saat bisa menikmati waktu santai dengan keluarga” Dan suaminya pun mengiyakan sambil menarik nafas dalam-dalam. Begitu terasa ada beban yang begitu berat menghimpit dada mereka berdua. ”Kadang-kadang mama rasanya ingin meninggalkan semua ini dan hidup bahagia seperti mereka”

Sementara disisi lain, dari teras rumah keluarga yang dianggap berbahagia tadi juga merasakan hal yang sama, Begitu sang istri melihat mobil tetangganya melitas di depan rumahnya tiba2 dia berkata. ”Pak, kapan yach kita bisa seperti mereka? Kemana-mana selalu naik mobil mewah. Ibu yakin hidup mereka pasti sangat bahagia” Ucap istri Sang peimilik rumah sederhana sambil menunjuk mobil yang baru melintasi depan rumahnya. ”Bapak bisa merasakan hal yang sama bu, kapan yah kita menjadi orang kaya seperti mereka, bapak selalu ingin berkerja keras hingga larut malam dan mendapat penghasilan lebih besar tapi tidak ada yang harus dikerjakan” Pandangannya menerawang jauh kedalam.

Dilain waktu anak orang kaya itu tidak kalah gelisahnya ketika menyaksikan anak-anak sebayanya diantar jemput sama orang tua mereka kesekolah sambil berboncengan motor dengan bahagianya, tidak seperti dirinya yang selalu diantar jemput sama sopir. ”Alangkah bahagianya jadi seperti mereka, kemana-mana selalu diantar orang tua mereka, sedangkan kedua orang tuaku tidak pernah melakukannya. Mereka terlalu sibuk dengan bisnis mereka. Aku iri dengan mereka” Anak itu mengeluh dan menitikkan air mata.

Sementara sambil berlalu anak yg sedang di bonceng orang tuanya di motor tadi berpikir dalam hatinya, ”Aku ingin seperti anak yang ada di mobil bagus itu. Kemana-mana ada yang antar kalau hujan tidak kehujanan dan kalau panas tidak kepanasan. Begitu pula anak-anak yg sedang berjalan kaki dan di antar orang tuanya, mereka dalam hati juga berpikir seandainya aku bisa jadi seperti anak orang kaya itu, selalu diantar mobil kemana-mana dan tidak perlu capek berjalan kaki berkilo-kilo meter dan berbecek-becek ria”


Ayah Bunda yang tercinta.......,
Cerita diatas menggambarkan bahwa manusia pada umumnya selalu melihat orang lain lebih baik dan bahagia daripada darinya. Dan kita juga sering mendengar bahwa ”Manusia memang tidak pernah ada puasnya” Omongan ini benar bagi orang-orang yang memang dikendalikan oleh pikiran yg tidak bersyukur, karena kalau kita mau mengikuti pikiran kita maka tidak akan merasa cukup. Sebelum kaya ingin menjadi kaya setelah kaya ingin menjadi lebih kaya lagi. Dan saat merasa dirinya benar-benar kewalahan mempertahankan segala efek yang ditimbulkan oleh kekayaannya dirinya merasa lelah, merasa tidak ada waktu lagi untuk berkumpul dengan keluarga. Contoh lainnya misalnya sebelum menjadi orang terkenal ingin menjadi orang yang terkenal begitu terkenal, dirinya mengeluh lagi, merasakan ruang geraknya menjadi terbatas dan tidak memiliki privacy lagi. Karena kemanapun mereka pergi selalu ada orang yg memandangi, meminta tanda tangan atau ingin berfoto dengannya.

Saat menjadi pengangguran seseorang hidup begitu stress, ketika mendapatkan pekerjaan, mengeluh lagi karena kerjaannya tidak cocok, gajinya terlalu kecil, jam kerjanya dan kantornya terlalu jauh, merasakan tidak ada waktu bersantai dan seterusnya.

Pengangguran ingin menjadi karyawan, karyawan ingin menjadi bos sedangkan bos selalu stress merasakan beban yang dipikul terlalu berat dan merasakan dirinya selalu bekerja keras sementara dia memandang anak buahnya tidak, ia marah pada semua orang.

Apasih yg kira..kira bisa mengatasi kondisi semacam ini...?

Salah satunya adalah Memili Rasa Syukur terhadap apa yang sudah kita miliki dan tidak membanding-bandingkan hidup kita dengan hidup orang lain, setiap manusia pasti mempunyai masalah dan beban masing-masing yang tidak diketahui oleh orang lain. Orang hanya bisa melihat sisi luarnya saja dalam hati siapa yang tahu.?

Kita melihat orang lain hidupnya lebih enak sementara orang lain melihat hidup kita enak. Kita ingin menjadi seperti mereka demikian juga sebaliknya, ketahuilah kita tidak bisa menjadi orang lain. Nikmatilah apa yg ada, apa yg kita miliki, karena yg kita miliki adalah apa yg terbaik bagi kita menurut Alloh.

Namun manusia bersyukur bukan berarti orang yg mudah menyerah kepada keadaan. Manusia yang bersyukur adalah manusia yang selalu lapang dada menerima hasil dari usahanya yang optimal. Sedangkan manusia yang menerima nasibnya tanpa ada usaha adalah manusia yang putus asa. Apapun dan berapapun yang didapatkan dari hasil usahanya bagi manusia yang bersyukur selalu berkecukupan. Karena Manusia yang selalu bersyukur tahu berapapun yang di dapatkan dalam dunia ini tidak akan perna cukup. Kalau sudah seperti itu kenapa kita harus memaksakan diri untuk mengejar sesuatu yang memang tidak pernah cukup ?

Mari kita ingat selalu sebuah pepatah kuno yang mengatakan bahwa “Kekayaan bisa mendatangkan kesenangan tapi tidak kebahagian. Kebahagiaan hanya datang dari Rasa Bersyukur dan Berkecukupan atas apa yg kita miliki.

Mari kita sambut dengan ceria hidup ini dan ucapkanlah syukur dan terimakasih pada Alloh setiap hari atas semua yg telah kita miliki dan kita bisa lakukan.... tersenyumlah selalu maka hidup ini akan menjadi jauh lebih indah dan penuh arti.

Seorang ibu, kenalan baik saya minta agar saya menolongnya menangani kasus anak gadis kecilnya yang berusia 10 tahun. ”Tolonglah, anakku ini sudah kubawa ke psikolog, tapi belum juga ada tanda2 mau berubah, dia anak yang pandai, IQ-nya 140. Tapi tingkah lakunya benar-benar memprihatinkan. Tempo hari, anakku itu berada di kamar terus, kerjanya hanya baca komik saja... Setelah aku marahi, eh! Dia sudah tidak baca komik lagi, tapi nonton TV melulu berjam-jam kayak tidak ada kerjaan lain.. Nanti kalau sudah dimarahi, baru dia belajar di meja makan. Aku nggak tahu apa saja yang dikerjakannya di meja makan tersebut, kerjanya hanya mencorat-coret meja, benar-benar bikin kepalaku pusing.. Belakangan setelah aku marahi lagi, sekarang dia jadi suka berteriak-teriak histeris, suka berbohong dan suka memukul adiknya. Aku lihat, anak ini memang aneh dan selalu bikin aku stress....!!!”

”Nah sekarang coba jawab pertanyaan saya!” Potong saya. Tampaknya, jika saya tidak memotong pembicaraanya, ibu ini tidak akan berhenti berbicara. “Sebenarnya, apa yang harus dilakukan anakmu itu supaya bisa membuatmu senang?” Tanya saya. Pertanyaan saya membuat suasana menjadi sunyi, ibu itu berpikir keras untuk menjawab pertanyaan saya. Jika tadi tampaknya ia mau bersahabat mencurahkan isi hatinya pada saya, kini tampak raut wajahnya cemberut karena saya bertanya demikian.

“Kamu sendiri saja tidak tahu apa yang kamu inginkan, itulah yang membuat anakmu juga menjadi bingung. Kebingunganmu sudah sedemikian parahnya, sehingga anakmu menjadi frustrasi, itulah mengapa ia mulai melakukan hal yang tidak baik. Tidakkah engkau mampu melihat anakmu menuruti setiap perkataanmu, tapi akhirnya selalu kaumarahi juga? Semua yang ia lakukan, selalu salah di matamu!” Jelas saya.

“Aku benci kehamilanku yang pertama...” Sahut ibu itu sambil tertunduk dan terisak. Oh...! Aku benci karena suamiku tidak ada di sampingku pada saat ia dilahirkan, aku benci suamiku tidak pernah membantuku saat ia sering menangis di tengah malam, sakit2an, saat masih bayi aku sering begadang sendirian kebingungan, aku benci...suamiku yg tak pernah peduli pada keluarganya...oh.. aku stress ia sering pulang larut dan gila kerja..!!!

Ternyata, ada masa lalu dan masalah lain yang harus didamaikan, sesungguhnya anaknya sama sekali tidak bermasalah kata hati kecil saya.

Kisah ibu ini hanya salah satu dari sebegitu banyak kisah menyedihkan dimana anak-anak yang tidak mengerti apa-apa telah menjadi korban masalah pribadi orangtuanya.

Banyak anak-anak pandai tidak dapat mencapai hasil yang maksimal justru karena ketidakmampuan diri orangtuanya berdamai dengan masalah pribadinya, anak-anak itu dipaksa untuk merasakan kesedihan dan kemarahan orangtuanya dan menjalani rutinitas hidup yang ’sakit’ di dalam raga yang seharusnya sehat.

Menurut saya kedua orang tuanyalah yg sesungguhnya bermasalah dan lebih membutuhkan terapi.

Para orang tua yg berbahagia...
Jika ada masalah dengan anak kita mari kita sadari segera apa sesungguhnya yg sedang terjadi, Anak kita yang bermasalah atau malah justru kitalah yang sedang bermasalah..?


Sumber: Ayah Edy

Tanya:
ayah edi yang baik... nama saya Bu Is, umur 26 thn. saya senang mendengarkan siaran ayah di radio smart fm. saya yakin karena ini akan berguna bagi saya nantinya, saya ingin bertanya tentang pendapat ayah mengenai sex. dan bagaimana cara menjelaskannya kepada anak-anak ataupun remaja tanpa ada unsur pornografi. Karena saya terkadang bingung untuk menjawabnya jika ada seorang anak kecil yang bertanya mengenai sex. sekian pertanyaan dari saya dan terimakasih untuk siaran ayah yang begitu bermanfaat.;



Jawab:
Bu Is yang baik, Sex itu sebenarnya Netral (tidak positif juga tidak negatif). Pada saat kita bicara sex maka kita akan meresponse dengan otak kita. Otak kita memiliki dua belahan yakni belahan kiri dan belahan kanan, pada saat belahan kiri kita yang lebih aktif merespon maka Sex akan diterjemahkan sebagai sebuah aktivitas Reproduksi Alamiah dari Mahluk Hidup dan pemikiran kita akan lebih mengarah pada bentuk proses sains biologis. Sementara pada saat otak belahan kanan yang lebih aktif merespon maka sex akan menjadi sebuah proses imaginasi proses reproduksi. Nah pada saat imaginasi ini melanglang buana dan tidak terkontrol maka ini akan mengarah pada PORNOGRAFI.


Sebenarnya ada maksud Alloh terhadap proses respon otak kiri dan otak kanan manusia terhadap Sex, Aktivitas otak kiri bertujuan untuk Sains Biologis sementara aktivitas otak kanak untuk proses biologis itu sendiri. Proses otak kiri dibutuhkan untuk pengembangan sains biologi, sementara aktivitas otak kanan dibutuhkan bagi pasangan yang sudah menikah untuk proses harmonisasi hubungan suami istri.


Hanya saja ini menjadi sebuah proses penyimpangan atau Pornografi manakala penggunaan imaginasi otak kanak terjadi pada saat yang kurang tepat (belum menikah), terhadap orang yang tidak tepat (bukan istri sah) dan dengan cara yang kurang tepat (di videokan dan tersebar di masyarakat).

Jadi tugas kita bagi pendidikan sex anak adalah membawa pertanyaan dan obrolan sex untuk lebih mengaktifkan response otak kiri mereka, caranya dengan mengajaknya mempelajari proses reproduksi mahluk hidup dan meniliti apa yang terjadi pada proses reproduksi tersebut, mulai yang terjadi pada manusia, pada hewan, serangga hingga tumbuhan. Ajukan pertanyaan yang menantang misalnya bagaimana dengan proses reproduksi semut, lalu bagaimana pula dengan cacing ikan , dan sebagainya. Mari kita cari tahu dari buku2 sains biologi. Selain itu kita juga bisa membahas dampak negatif dari aktivitas sex yang menyimpang dengan menggunakan buku2 kedokteran tentang penyakit seputar mulut dan kelamin.


Tanggapilah pertanyaan sex anak ini bukan sebagai hal yang tabu untuk di bicarakan melainkan sesuatu yang menarik untuk di bahas, di kaji dan di temukan dasar-dasar ilmiahnya. Sering-seringlah melatih otak kiri anak dalam merespon masalah sex ini, agar responnya kelak juga demikian saat ia dewasa.


Response seorang “Play Boy” dan serorang Dokter Ahli kelamin pastilah berbeda meskipun mereka membayangkan obyek yang sama, perbedaan ini ditentukan oleh otak mana yang lebih dominan dalam meresponsnya.


Coba anda tebak respon otak mana yang dimiliki seorang Play Boy dan response otak manakah yang biasa dimiliki oleh Dokter Ahli Kelamin..?


Jika anda bisa menjawabnya dengan tepat, itu artinya anda sudah memahami apa yang perlu kita lakukan pada anak dan remaja kita terhadap pertanyaan dan masalah seputar sex agar response mereka menjadi jauh lebih sehat.

Sumber: Ayah Edy

Seorang Professor dari Harvard University Dr. Howard Gardner 1992, melalui bukunya The Frame of Mind yang menyatakan setiap anak adalah cerdas pada bidangnya masing2, tugas kita bukan mengajarinya melainkan mengamati, menggali dan mengembangkannya untuk mencapai tingkatan yang terbaik.


Letak kekacauan pendidikan zaman sekarang adalah bahwa kita menganggap setiap anak yang terlahir adalah tidak cerdas dan sibuk untuk mengukur dan men-tes tingkat kecerdasannya serta berlomba2 merancangkan kurikulum yang terus di rombak untuk mencerdaskannya, sementara sekoah lupa mengajarkan kebijaksanaan di sepanjang hidup anak bersekolah (lebih kurang 18 tahun)

Padahal inti dari sebuah kecerdasan itu lahir dari sebuah kebijaksanaan hidup. Namun sayangnya ajaran yang luar biasa ini telah di lupakan oleh sistem pendidikan zaman sekarang, sehingga kita bisa melihat akibat yang ditimbulkannya. Anak-anak kita yang pada awalnya sangat cerdas, kreatif, exploratif dan penuh rasa ingin tahu saat mereka masih usia balita, namun semua itu sirna pada saat mereka mulai bersekolah, semakin lama bersekolah mereka semakin menjadi anak yang pasif dan tak peduli.


Satu-satunya bentuk transformasi prilaku kecilnya yang kreatif dulu adalah maraknya kekerasan di kalangan anak & ramaja, penyimpangan prilaku sexual, munculnya generasi punk anak usia dini, ini semua terjadi karena mereka tidak memiliki kebijaksanaan hidup dan tidak pernah di ajari kebijaksanaan hidup melalui kurikulum sekolahnya. Sementara di kalangan dewasa kita jelas2 menyaksikan betapa banyak orang-orang yang tidak lagi memiliki rasa kebijaksanaan, berpelesiran keluar negeri dengan uang rakyat sementara saudara-saudara mereka sedang menderita di terjang berbagaimacam bencana, dan saling berdusta untuk menyangkalnya. Lengkap sudah....


Saya teringat dulu mengapa saya berada di tempat dan profesi saya yang sekarang sebagai pendidik, yakni karena seorang profesor mangatakan bahwa akar dari semua masalah yang di hadapi oleh bangsa mu adalah PENDIDIKAN. Ya... Mereka yang ada sekarang adalah cermin bagaimana mereka dulu di didik oleh orang tua mereka dan terutama oleh sistem kurikulum di sekolah-sekolah mereka. Begitu katanya...



Jika kita ingin bangsa ini berubah, marilah kita mulai dari pendidikan dan mulai dari keluarga kita sendiri, Jika setiap keluarga Indonesia mau melakukannya maka Indonesia akan menjadi negara yang kuat dan mulia dengan sendirinya tanpa perlu “orang PINTAR yang menggonta-ganti buku dan kurikulum setiap tahun, tanpa perlu anggaran yang membebani negara serta tanpa perlu konsep yang rumit dan berbelit-belit.



Alloh tidak akan mengubah nasib suatu bangsa jika bangsa itu tidak berusaha untuk mengubahnya sendiri.



Lets make Indonesian Strong from Home !!

Sumber: Ayah Edy

Para orang tua yang berbahagia suatu hari saya menghadiri sebuah acara simposium pendidikan yang diselenggarakan di Jakarta, oleh Forum Pengajar, Dokter dan Psikolog bagi Ibu Pertiwi.

Acara itu sungguh luar biasa dan dihadiri oleh lebih dari 1500 orang peserta yang sebagian besar adalah pendidik dan guru. Pembicara yang hadir juga merupakan orang-orang yang luar biasa peduli di bidang pendidikan, mulai dari wakil guru yang ada di hutan rimba alias Butet Manurung, hingga wakil tokoh besar pendidikan Yayasan Perguruan Taman Siswa, Ki Hajardewantara,. Di forum ini juga tidak ketinggalah hadir Tokoh Lintas agama Bapak Anand Krishna, seniman, budayawan artis dan lain sebagainya.


Menurut saya sebenarnya simposium ini nyaris sempurna, seandainya saja waktu itu Mentri Pendidikan dan Menteri Kesehatan sebagai tokoh sentral yang di undang sempat menyaksikan langsung acara simposium ini. Tapi apa mau dikata The Show Must Go On! begitu kira-kira kata salah seorang pembicara.


Namun ada satu hal yang paling menarik bagi saya dari seluruh acara, yakni sebuah puisi yang di bacakan oleh seorang seniman, namanya Mas Agus Sarjono, yang isinya betul-betul membuat hati saya tergelitik, puisi ini merupakan sebuah kritik sosial yang dibuat sangat cantik dan mengena bagi kita semua, terutama para tokoh pendidikan yang ada di negeri ini....

Dan dengan kerendahan hati serta ijin dari Mas Agus Sarjono yang saya dapatkan melalui Pengurus Forum tersebut, saya ingin anda juga bisa mendengar dan sekaligus merenungkannya. Mari kita simak bersama isinya;

===========================================================

…………………………


Di akhir sekolah mereka terperangah melihat hamparan nilai mereka yang palsu. Karena tak cukup nilai, maka berdatanganlah mereka ke rumah-rumah bapak dan ibu guru untuk menyerahkan amplop, berisi perhatian dan rasa hormat palsu.


Sambil tersipu palsu dan membuat tolakan tolakan palsu, akhirnya pak guru dan bu guru terima juga amplop itu sambil berjanji palsu untuk mengubah nilai-nilai palsu dengan nilai-nilai palsu yang baru.


Masa sekolah demi masa sekolah berlalu, mereka pun lahir sebagai ekonom-ekonom palsu, ahli hukum palsu, ahli pertanian palsu, insinyur palsu. Sebagian menjadi guru, ilmuwan atau seniman yang juga palsu.


Dengan gairah tinggi mereka menghambur ke tengah pembangunan palsu dengan ekonomi palsu sebagai panglima palsu. Mereka saksikan ramainya perniagaan palsu dengan ekspor dan impor palsu yang mengirim dan mendatangkan berbagai barang kelontong kualitas palsu.


Dan bank-bank palsu dengan giat menawarkan bonus palsu dan hadiah-hadiah palsu tapi diam-diam meminjam juga pinjaman dengan ijin dan surat palsu kepada bank negeri yang dijaga pejabat-pejabat palsu.


Masyarakat pun berniaga dengan uang palsu yang dijamin devisa palsu. Maka uang-uang asing menggertak dengan kurs palsu sehingga semua blingsatan dan terperosok krisis yang meruntuhkan pemerintahan palsu ke dalam nasib buruk palsu. Lalu orang-orang palsu meneriakkan kegembiraan palsu dan mendebatkan gagasan-gagasan palsu di tengah seminar dan dialog-dialog palsu menyambut tibanya demokrasi palsu yang berkibar-kibar begitu nyaring dan palsu.
========================================================

Para orang tua dan guru yang saya cintai dimanapun anda berada...., Demikianlah puisi yang dibuat dan dibacakan langsung oleh Mas Agus Sarjono, Pada acara simposium besar Forum Pengajar, Dokter dan Psikolog yang diselenggarakan di Jakarta pada tanggal 25 Oktober 2007.


Meskipun ini hanyalah sebuah puisi, tapi paling tidak puisi ini bisa menjelaskan mengapa begitu banyak kita menemukan kepalsuan yang terjadi di negeri ini.

Mari kita renungkan bersama.......

Sumber: Ayah Edy

Ibu,
Bukannya aku malas dan suka melamun, tapi aku lagi menyiapkan diriku menerima seluruh keindahan alam semesta. Beri aku kesempatan berdiam sejenak karena gambar-gambar kehidupan yang sedang kurekam akan membuatku bisa memahami simfoni dan harmoni. Ingin sekali aku menciptakan melodi yang indah agar Ibu bisa menikmatinya sambil membuatkan aku masakan yang enak.


Ibu,
Bukannya aku tak bisa menjumlah 2 + 0 + 4, tapi aku lagi melihat seekor bebek berenang di kolam yang indah dengan deretan kursi cantik di sekelilingnya. Beri aku kesempatan merekamnya di alam kesadaranku karena ingin sekali aku membuatkan Ibu sebuah kolam renang yang indah dan kita duduk bersama di kursi yang empuk dan cantik sambil menikmati bahagianya bebek berenang.


Ibu,
Bukannya aku tak mau mendengar dan menatap mata Ibu ketika dongeng-dongeng itu dibacakan dan lagu nina bobo dinyanyikan, tapi aku lagi merasakan indahnya suara Ibu berpadu dengan suara-suara lain di kamar ini. Beri aku kesempatan menikmatinya karena suatu hari nanti akan kubuatkan sebuah ruangan agar Ibu bisa menyanyi dan mengaji. Di Ruangan itu kita bisa bernyanyi bersama dan selalu bisa kunikmati suara Ibu yang merdu melantunkan ayat-ayatNya.


Ibu,
Bukannya aku tak bisa membaca kata demi kata yang ibu ajarkan, tapi aku lagi merekam taburan kata-kata agar terangkai sebuah kalimat yang indah, layak dan sopan. Beri aku kesempatan melihat kata-kata itu saling merangkai, karena aku ingin menulis sebuah puisi yang indah yang spesial untuk aku persembahkan di hari ulang tahun Ibu.


Ibuku Sayang,

Kalau Ibu marah dan mencubit, tangis dan air mataku itu bukanlah karena aku benci atau marah. Aku hanya sedih jika cubitan dan amarah Ibu mengikis rasa sayang, cinta, dan potensiku untuk menghadiahi Ibu sebuah rumah mungil dengan kolam renang, ruang bernyanyi dan dapur yang indah. Dan hatiku akan sangat menyesal jika tak tak sanggup merangkai dan membacakan puisi indah di hari spesial Ibu. Karena bagiku : IBU ADALAH SEGALANYA.



Suara Hati dari Seorang Anak yang dominan otak kanan.

Ditulis dan Dikirim oleh: Pak Muliadi Saleh


Sumber: Ayah Edy

Ibu,
Bukannya aku malas dan suka melamun, tapi aku lagi menyiapkan diriku menerima seluruh keindahan alam semesta. Beri aku kesempatan berdiam sejenak karena gambar-gambar kehidupan yang sedang kurekam akan membuatku bisa memahami simfoni dan harmoni. Ingin sekali aku menciptakan melodi yang indah agar Ibu bisa menikmatinya sambil membuatkan aku masakan yang enak.


Ibu,
Bukannya aku tak bisa menjumlah 2 + 0 + 4, tapi aku lagi melihat seekor bebek berenang di kolam yang indah dengan deretan kursi cantik di sekelilingnya. Beri aku kesempatan merekamnya di alam kesadaranku karena ingin sekali aku membuatkan Ibu sebuah kolam renang yang indah dan kita duduk bersama di kursi yang empuk dan cantik sambil menikmati bahagianya bebek berenang.


Ibu,
Bukannya aku tak mau mendengar dan menatap mata Ibu ketika dongeng-dongeng itu dibacakan dan lagu nina bobo dinyanyikan, tapi aku lagi merasakan indahnya suara Ibu berpadu dengan suara-suara lain di kamar ini. Beri aku kesempatan menikmatinya karena suatu hari nanti akan kubuatkan sebuah ruangan agar Ibu bisa menyanyi dan mengaji. Di Ruangan itu kita bisa bernyanyi bersama dan selalu bisa kunikmati suara Ibu yang merdu melantunkan ayat-ayatNya.


Ibu,
Bukannya aku tak bisa membaca kata demi kata yang ibu ajarkan, tapi aku lagi merekam taburan kata-kata agar terangkai sebuah kalimat yang indah, layak dan sopan. Beri aku kesempatan melihat kata-kata itu saling merangkai, karena aku ingin menulis sebuah puisi yang indah yang spesial untuk aku persembahkan di hari ulang tahun Ibu.


Ibuku Sayang,

Kalau Ibu marah dan mencubit, tangis dan air mataku itu bukanlah karena aku benci atau marah. Aku hanya sedih jika cubitan dan amarah Ibu mengikis rasa sayang, cinta, dan potensiku untuk menghadiahi Ibu sebuah rumah mungil dengan kolam renang, ruang bernyanyi dan dapur yang indah. Dan hatiku akan sangat menyesal jika tak tak sanggup merangkai dan membacakan puisi indah di hari spesial Ibu. Karena bagiku : IBU ADALAH SEGALANYA.



Suara Hati dari Seorang Anak yang dominan otak kanan.

Ditulis dan Dikirim oleh: Pak Muliadi Saleh


Sumber: Ayah Edy

Sebelumya maaf kepada pihak-pihak yang tersinggung atas adanya esai ini. Esai ini hanya sebagai media untuk berbagi pengalaman dan menambah wawasan kepada anda-anda semua. Terimakasih kepada pihak-pihak yang telah membantu saya untuk berfikir seperti ini, seperti kedua orang tua saya, Ayah Edi, Kak Munas, Kak Abi, Kak Boy dan Kak Dimas. dan Nendra (walaupun kita belum bertemu, saya sudah sangat terinspirasi dengan anda dengan membaca notes dan cerita dari Kak Abi).Note: nama-nama tersebut adalah para tutor Home Schooling Red.


Di suatu lembaga formal yang bernama sekolah, kita sering dikekang oleh sistem pendidikan dan teks buku pelajaran yang mengkotak-kotakkan suatu disiplin ilmu pengetahuan dari pihak yang mengatur pendidikan negeri ini. Mereka lalu menekan kepala sekolah, kepala sekolah menekan guru, dan akhirnya guru melimpahkannya kepada peserta didik dalam hal ini siswa. Para guru kebanyakan mewajibkan kita untuk harus bisa dalam semua hal. Padahal setiap siswa memiliki kesukaan dan keinginan masing-masing. Mereka sebenarnya bisa saja dipaksa untuk bisa mendapatkan nilai-nilai yang tinggi. Tapi dengan demikian mereka akan merasa jenuh dan sangat tertekan. Pada akhirnya para siswa tidak dididik dengan konsep berpendapat secara analitis kritis dan kooperatif, melainkan terpaku dan kaku pada sistem dan buku pelajaran. Padahal sistem pendidikan di negeri kita tercinta ini mengacu pada sistem pendidikan pada tahun 1900an. Sungguh tidak relevan dan tidak pantas untuk zaman milenium seperti sekarang ini.


Umpamakan ada sebuah kotak. Siswa yang bisa untuk menerima suatu ilmu dengan sistem sekarang ini masuk kedalam kelompok dan berada di dalam kotak tersebut. Tetapi untuk lainnya yang tidak bisa dengan sistem sekarang akan merasa stress dan tidak dapat menerima suatu ilmu dengan baik. Akan terasa menyakitkan bagi mereka apabila harus dipaksakan masuk ke dalam kelompok yang berada di dalam kotak tersebut.


Mengacu dengan buku pelajaran pun sebenarnya bukanlah hal yang tepat. Karena untuk mempelajari dan memahami buku pelajaran tidak harus sampai 3 atau 6 tahun, melainkan hanya 3 bulan sampai 1 tahun pada setiap jenjang. Ini tergantung dari kecepatan pemahaman dan pemikiran siswa masing-masing. Pemahaman yang berbeda-beda bukanlah menjadi suatu masalah, karena setiap masing-masing manusia perseorangan memiliki cara belajar dan pemahaman sendiri-sendiri. Yang lebih penting dari buku pelajaran adalah pembangunan karakter seseorang. Pembangunan karakter ini bisa lebih lama daripada hanya mempelajari buku pelajaran. Inilah yang harus ditekankan dan ditanamkan oleh guru-guru kepada siswa. Pernah suatu saat Ayah Edi berbicara mengenai hal ini di suatu radio ternama. Di Australia para guru tidak menekankan anak didiknya untuk belajar mengitung, tetapi mereka lebih ditekankan untuk pembangunan karakter, contohnya mengantri, menyebrang jalan, menolong orang lain. Mereka berkata bahwa sangat sulit untuk menanamkan dan membangun karakter-karakter yang baik kepada anak didiknya dibandingkan dengan mengajari mereka berhitung.


Di sekolah formal, banyak sekali terjadi yang namanya bullying baik fisik maupun mental. MOS atau Masa Orientasi Siswa seharusnya menjadi suatu ajang pengenalan siswa baru oleh para guru serta kakak kelas. Tetapi dalam konteks sekarang ini, MOS menjadi suatu ajang pembalasan dendam kakak kelas terhadap adik kelasnya karena sang senior pernah juga disakiti fisik dan mentalnya. Sang senior berdalih bahwa hal ini adalah agar adik kelas siap untuk menghadapi kerasnya perjuangan belajar di sekolah dan mendidik agar menjadi orang yang tegas. Padahal sesungguhnya adik kelas pasti akan merasa down apabila diberikan shock teraphy dengan "kekerasan" seperti itu. Dan guru-guru sepertinya tidak menanggapi hal itu dengan serius. Mereka juga berdalih dengan alasan yang sama dengan sang senior. Juga dengan LDKS atau Latihan Dasar Kepemimpinan Siswa. Seharusnya ini menjadi tempat siswa untuk menempa ilmu untuk menjadi pemimpin yang baik, sekalipun nantinya hanya akan menjadi pemimpin keluarga. Tetapi sama saja dengan MOS, "kekerasan" tetap terjadi. Misalnya, disuruh membuat tanda nama yang menurut para siswa sangat sulit untuk dilakukan dalam waktu 3 hari. Dan apabila terjadi kesalahan, hukuman-hukuman yang sebenarnya tidak mendidik justru malah diberikan oleh para senior, seperti menceburkan diri ke dalam lumpur. Apakah ada hubungannya tanda nama yang salah dengan menceburkan diri ke dalam lumpur? Apakah cara mendidik harus dengan "kekerasan" agar siswa menjadi orang yang mandiri dan bertanggungjawab terhadap dirinya? Tentu tidak bukan. Pasti pihak-pihak yang merasa dirugikan, terutama orang tua siswa akan tidak terima dengan hal ini. Tetapi malah ada orang tua "bodoh" yang terima saja anaknya diperlakukan sangat "kejam" oleh para senior dengan dalih yang sama dengan senior maupun para guru. Sungguh hal yang sangat mengerikan sekali.


Sekolah Non Formal dalam hal ini homeschooling adalah suatu pilihan untuk orang-orang yang tidak berada di dalam kotak tersebut, seperti yang telah disebutkan di atas. Dan homechooling dapat dijadikan alternatif untuk mereka yang merasa jenuh dengan cara belajar di sekolah formal dan bukan berarti hanya dijadikan pelarian. Cara belajar di homeschooling juga tidak seperti sekolah formal yang lebih menonjolkan dan mengacu pada nilai. Yang lebih dipentingkan adalah hasil karya siswa seperti esai, pendapat atau argumen, diskusi, portofolio bahkan bisa berupa lagu ataupun hasil kerajian tangan dan lain sebagainya. Ini yang membuat siswa lebih kreatif untuk membuat suatu karya cipta daripada harus mengejar nilai untuk sebuah kata-kata yang sangat berharga buat mereka yaitu "KELULUSAN". Seharusnya pula nilai dalam hal ini Ujian Nasional tidak menjadi acuan untuk kelulusan seseorang. Ujian Nasional bisa menjadi evaluasi bagi para siswa dan guru agar dapat menjadi lebih baik untuk kedepannya. Karena sudah banyak sekali korban dari Ujian Nasional. Misalnya, siswa yang biasa-biasa saja bisa mendapatkan nilai yang tinggi sedangkan siswa yang memiliki prestasi bagus dalam kesehariannya mendapatkan nilai yang anjlok. Sangat miris sekali, tapi inilah realita. Seahrusnya yang bisa menentukan lulus atau tidaknya tergantung dari keseharian para siswa. Jadi setiap sekolah formal atau homeschooling mempunyai independensi untuk bisa menentukan lulus atau tidaknya seorang siswa. Tetapi sistem yang seperti ini juga harus mempunyai suatu badan yang memayungi dan mengawasi pergerakan setiap lembaga belajar. Ini untuk meminimalisir kecurangan-kecurangan yang dapat mungkin terjadi, misalnya lulus dengan jalur uang. Belajar di homeschooling juga lebih mengedepankan pembangunan karakter, minat, bakat dan konsistensi seorang siswa. Sebelum masuk kepada pembelajaran, para homeschoolers akan diberikan pengenalan tentang homeschooling selama satu bulan. Di satu bulan pertama itu lebih banyak pembangunan karakter dan treatment atau brain storming bagi para homeschoolers yang pernah merasakan menjadi pelajar di sekolah formal atau pernah memiliki masalah sebelumnya, misalnya bullying. Apakah treatment atau brain storming itu? Kedua istilah ini mempunyai maksud bahwa homeschoolers akan dipacu kerja otak yang kreatif dan diasah kembali cara berfikirnya agar mereka bisa mengikuti homeschooling yang sesungguhnya sehingga ketika mereka membahas sesuatu dengan komperhensif dan mendalam. Di homeschooling juga ditekankan untuk mengenal, memahami, dan mempraktekkan suatu disiplin ilmu yang diminati dan dibutuhkan. Masing-masing pun memiliki minat, bakat dan tingkat konsistensi yang berbeda-beda. Jadi setiap homeschoolers pun berbeda-beda penanganannya, tergantung dari beberapa hal di atas. Pendidik di homeschooling dalam hal ini tutor adalah orang yang dipilih secara selektif, ahli dalam bidangnya, memiliki cara fikir yang visioner, mampu mehamami dan mengerti cara untuk menangani setiap homeschoolers. Jadi homeschoolers lebih mudah menerima suatu disiplin ilmu tanpa harus merasakan stress atau jenuh yang berlebihan. Bukannya memojokkan dan menyalahkan sekolah formal hanya saja kelebihan yang disediakan sekolah formal sangat sedikit. Misalnya kita lebih banyak mengenal dan dapat bersosialisasi dengan teman-teman, belajar disiplin karena diwajibkan untuk masuk pada jam 06.30, dapat menampung banyak peserta didik dan lain-lain. Tetapi para siswa kebanyakan selalu tertekan dan tidak merasakan kenikmatan belajar. Di homeschooling pun juga tidak sempurna. Terkadang para homeschoolers kesulitan untuk bersosialisasi karena jarang bertemu dengan teman-temannya. Tetapi ini tidak menjadi persoalan yang serius apabila homeschoolers memiliki teman, relasi atau apaupun itu di luar sekolah. Jadi untuk saat ini pilihan untuk homeschooling adalah pilihan yang lebih baik karena para siswa lebih fokus terhadap apa yang diiniginkan dan di butuhkan serta tidak tertekan dengan penilaian dengan angka-angka "sesat".


Semoga pembicaraan presiden kepada menteri pendidikan yang baru akan direalisasikan dan menjadi suatu sistem pendidikan di negeri yang sekali lagi sangat kita cintai ini. Beliau dalam hal ini presiden berkata dan berpesan bahwa penanaman karakter harus dikedepankan dalam sistem pendidikan negeri ini. Tentunya sangat diharapkan sekali agar sistem pendidikan harus segera diubah sehingga seluruh siswa yang ada di Indonesia tidak menjadi generalis melainkan spesialis di bidangnya masing-masing. Lebih cepat lebih baik, karena pada tahun 2010 akan dimulai percobaan pasar bebas di seluruh dunia. Para pemuda dan pemudi Indonesia harus berjuang menghadapi orang-orang asing. Akankah mereka menjadi tuan di negerinya sendiri? Anda bisa menjawabnya.?

Cukup sekian untuk esai yang mungkin terlampau panjang ini. Mohon maaf apabila ada kekurangan terutama bahasa yang saya gunakan terlalu berputar-putar. Terimakasih banyak kepada yang ingin meluangkan waktunya untuk membaca esai ini.

============================================
Di tulis oleh Nurrahman Andrianto, seorang pelajar SMA yang kini memilih untuk home schooling untuk bisa memetakan ulang potensi unggul yang dimilikinya yang sebelumnya telah tenggelam bersama tugas-tugas sekolah yang tiada habisnya dan tak jelas apa manfaatnya baginya di kehidupan kelak.

Mari kita renungkan pesan-pesan berharga yang terkandung di dalamnya.

Sumber: Ayah Edy

Para orang tua yang berbahagia Suatu ketika saya berkunjung kerumah seorang teman, kebetulan profesinya adalah seorang Therapist berbasiskan pada Neuro Language Programming atau NLP.


Dia menceritakan seuatu yang sangat menarik, betapa ternyata potensi dan jalan hidup yang di tempuh seseorang dimasa datang, ternyata bisa di prediksikan dari sugesti atau hal-hal yang dia yakininya. Dan bahkan yang menarik adalah seluruh potensi dalam tubuh manusia sampai pada level terkecil itu akan mendukung apa yang diyakini oleh seseorang. Jadi keyakinan itu bisa menjadi segala-galanya yang menentukan hidup dan masa depan seseorang.


Hal ini juga sekaligus mematahkan pandangan-pandangan kuno tentang test-test yang katanya bisa mengukur potensi kecerdasan anak , dan sebagainya. kata kawan saya menambahkan.


Dia ternyata juga membuktikan bahwa telah banyak kliennya yang terdiri dari orang-orang yang test IQnya biasa-biasa saja namun setelah di berikan keyakinan-keyakinan postitif berubah menjadi orang yang luar biasa sesuai dengan keyakinan baru yang dimilkinya.


Kawan saya juga mengatakan bahwa sebagian besar keyakinan ini banyak di bentuk terutama dari kata-kata yang dia dengar sehari-hari tentang dirinya atau test-test yang mengukur tentang kemampuan dirinya . Jika kata-kata buruk yang sering dia terima tentang dirinya maka bisa dipastikan perlahan-lahan dia akan mulai berprilaku buruk, dan pada saat kata-kata yang berkesan dia bodoh, maka perlahan-lahan ia akan menjadi orang yang bodoh. Begitu juga jika hasil test yang dia terima di bahwa rata-rata maka prestasinya akan terus turun dibawah rata-rata. Jadi hati-hati dengan kata-kata dan test-test yang katanya bisa mengukur kemampuan seseorang karena hal itu akan berakibat sangat besar terhadap masa depan seorang anak. Kata kawan saya dengan nada sangat serius.


Cerita kawan saya ini jadi mengingatkan saya pada kisah Thomas Edison yang pada usia 7 tahun dinyatakan sebagai anak yang bodoh dan tidak mampu bersekolah. Namun ibunya Nancy Alliot meyakinkan Thomas bahwa dirinya adalah anak yang pandai dan luar biasa. Hingga akhirnya meskipun tidak pernah bersekolah Thomas mampu untuk menjadi salahs eorang Jenius Besar dunia dengan 1000 temuan yang di patenkan.


Taklama setelah itu tanpa sengaja saya membaca sebuah tulisan yang berjudul The Toxic Words – Kata-kata beracun, yakni sebuah hasil interview terhadap anak-anak yang di penjaara, yang isinya mengenai kata-kata apa saja yang sering mereka dengar tentang diri mereka dari lingkungannya dulu sebelum masuk penjara.


Lalu dari sana disusunlah kata-kata beracun yang telah menggiring mereka untuk mendapat tiket ke penjara.


Berikut adalah 10 kata paling sering didengar sebelum mereka masuk penjara:

  1. Mengapa kamu selalu saja menyusahkan orang tua...
  2. Dasar kamu anak pembawa sial.
  3. Kamu memang tidak pernah bisa menjadi lebih baik.
  4. Lihat saja nanti hidupmu akan berakhir di penjara.
  5. Kamu memang anak terkutuk.
  6. Aku menyesal melahirkan kamu..
  7. Pergilah kamu ke neraka.
  8. Dasar anak setan....
  9. Lihat saja nanti....hidupmu pasti akan hancur..
  10. Jangan pernah berharap hidupmu akan sukses...

Sungguh saya jadi merinding melihat fakta yang membuktikan betapa kuatnya hubungan antara kata-kata terhadap masa depan anak-anak kita. Segera saya jadi berpikir keras untuk mengingat-ingat kembali kata-kata yang selama ini pernah saya ucapkan pada istri dan anak-anak saya....


Ya......Robb.....Saya jadi menitikkan air mata...., seandainya saja bayak guru dan orang tua mengetahui hal ini... pasti mereka akan jauh lebih berhati-hati dengan kata-kata mereka.


Para orang tua dan guru yang saya cintai dimanapun anda berada....Mari kita bangun masa depan anak-anak kita melalui kata-kata yang postitif...

Sumber: Ayah Edy

Mau jadi Pilot ada sekolahnya, Mau jadi Dokter ada sekolahnya. Kita pasti akan dilarang menerbangkan pesawat jika Tidak Lulus Ujian sebagai seorang Pilot yang “LAYAK TERBANG”. Namun jika tetap di paksakan juga Pilot yang tidak layak tadi, untuk menerbangkan pesawat , coba tebak kira-kira resiko apa yang mungkin akan terjadi.?


Tapi sayangnya untuk menjadi Orang Tua yang “LAYAK” tidak ada sekolahnya ! kita tiba-tiba saja menjadi orang tua manakala istri kita melahirkan anak kita. Pertanyaan besar buat kita semua para orang tua, apakah kita sesungguhnya sudah LAYAK untuk menjadi orang tua bagi anak-anak kita..? Kita adalah orang tua tanpa sekolah, tanpa ujian dan tiba-tiba saja di paksa harus mengelola anak kita dengan pengetahuan yang seadanya. Coba tebak resiko-resiko apa yang mungkin di alami oleh anak kita yang di didik oleh orang tua yang tidak pernah belajar menjadi orang tua dan kemungkinan besar malah “Belum Layak” menjadi orang tua?


Ya..., tentu saja akan banyak sekali masalah. Namun sayangnya pada saat masalah tersebut timbul apakah kita lantas tersadar akan ketidakmampuan kita dan minimnya pengetahuan sebagai orang tua..? Atau malah sebaliknya, kita dengan bertubi-tubi mempersalahkan anak, seperti anak yang susah di atur, anak yang keras kepala, anak yang pemalas, begini dan begitu.. , dan sebagainya. Kita lupa bahwa kita adalah orang tua yang tidak pernah bersekolah untuk menjadi orang tua, Kita lupa jika kita percaya bahwa anak itu terlahir sempurna, fitrah, suci. Kita juga lupa jika sesungguhnya anak kita itu adalah Maha Karya dari Robbnya.


Jadi apa bila terjadi konflik antara kita dan anak kita, apa yang sebenarnya sedang terjadi..? Anak yang tidak bisa didik atau kita orang tuanya yang tidak bisa mendidik..?

Kalau begitu ayo segera belajar menjadi orang tua yang “Layak” bagi anak kita, agar kita bisa mengubah konflik yang terjadi dengan anak menjadi sebuah kerjasama yang harmonis.

Kami akan jabarkan secara berseri dalam CD untuk membantu orang tua belajar menjadi orang tua yang “LAYAK”. Kita bisa dengarkan CD ini kapanpun ada waktu luang, saat kita terjebak macet di mobil atau saat sedang santai diruang tidur , dan sebagainya. Segera miliki Cdnya dan segera dapatkan manfaatnya. Jadilah Orang tua yang “Layak Terbang” bagi anak-anaknya.

Sumber: Ayah Edy