Sebuah ungkapan mengharukan bagi manusia pada saat berhadapan suatu kondisi tertentu.
Baru-baru ini kita mendengarkan berita heboh. Memberikan dampak signifikan bagi masyarakat
Facebook membuktikan jarak bumi makin bisa dilipat. Komunikasi semakin dekat. Oleh karena itu, mulai dari kalangan anak usia sekolah, mahasiswa, bahkan yang sudah berkeluarga mengaksesnya. Tetapi, kesemua khayalak itu memiliki pandangan lain dalam menyiasati situs ini.
Sehingga siapa sangka, pada bulan September 2007 situs ini menjaring 50 juta user dari berbagai dunia. Dan dalam setiap pekan bertambah 1 juta pengguna, atau rincinya 200 ribu per hari.
Facebook lahir di bumi berkat “keringat” mantan mahasiswa Harvard bernama Mark Zuckerberg. Awalnya peredaran layanan ini hanya independen. Artinya peruntukan untuk mahasiswa Harvard saja. Akan tetapi setelah 2 pekan, terjadi peningkatan user di
Untuk Negara
Sehingga berkat prestasinya itu, maka mahasiswa berumur 26 tahun ini pun dilibatkan dalam majalah Forbes sebagai milyarder termuda. Dan berhasil mendapatkan penghargaan Young Global Leaders.
Prestasi menakjubkan. Akan tetapi bagaiman nasib anak Edward dan Karen Zuckerberg ini? Yang akan menutup sendiri “situs megahnya” disebabkan situs ini membuatnya sters?
“….Facebook telah di luar kendali dan stres pada pengelolaan perusahaan ini telah mengganggu hidupku. Aku harus mengakhiri semua kegilaan ini!” kata Mark Zuckerberg dalam konferensi pers di luar kantornya di
Vice President of Technical Affairs Facebook sendiri menajamkan berita ini bahwa 15 Maret nanti (2011) semua pengguna FB tidak akan dapat lagi mengakses akun facebooknya. Bahkan para petinggi di Facebook menyarankan para pengguna untuk mulai menyelamatkan dokumen atau foto pribadi yang terpasang.
Menyangkut berita tersebut, muncul beragam sikap di kalangan masyarakat,
Namun ada juga masyarakat yang gembira dengan rencana penutupan Facebook. Mereka bersorak-ria adanya info itu. Mereka gembira lantaran anaknya akan terbebas dari aktifitas berkelanjutan di situs jaring pertemanan tersebut. Mereka yang notabene orang tua menyambut senang berita tersebut.
Belum lagi Facebook dapat menyebabkan PHK bagi karyawan, sebagai contoh seorang perempuan di Swiss yang dilansir BBC Minggu 26 April 2009 keluar dari pekerjaannya Nationale Suisse sebab mengalami migran akibat mengakses Facebook dari iPhone. Sehingga produktivitas dan kinerjanya menurun.
Selanjutnya dapat membawa kerugian bagi mahasiswa. Penelitian baru bahwa IPK mahasiswa menurun yang menjadi anggota Facebook menurun ketimbang yang tidak mengakses Facebook. Penelitian ini dipresentasekan oleh kandidat program doctoral dari
Terdapat pula kerugian bagi militer. Sebut saja militer Inggris baru-baru saja mengusulkan agar terdapat pelarangan tegas untuk tidak mengakses Facebook. Hal ini merusak keamanan Negara dan mengobrak-abrik stabilitas Negara. Karen semua anggota militer tersebut dapat membuka informasi rahasia negaranya.
Situs jejaringan sosial ini pula, membawa kerugian bagi kekokahan rumah tangga. Fenomena facebooking telah tercatat dalam sejarah memberikan kontribusi terjadinya kasus-kasus perselingkuhan. Apakah suami menjadi “buaya darat” atau istri menyamar “buaya laut.”
Ditambahkan lagi Mark Zuckerberg sendiri menyatakan bahwa dirinya tidak peduli dengan uang (untuk membubarkan situs ini-pen.) dan lebih baik memilih kehidupannya yang dahulu kembali.
Inilah yang menjadi alasan masyarakat dunia yang sangat senang jika Facebook akan konsisten ditutup.
Tetapi, respon tetap kembali kepada masyarakat. Semua memiliki pandangan berbeda. Apakah mereka sedih dengan kabar penutupan layanan sosial ini? Atau malah sebaliknya, riang-gembira menyambut “closing web” ini.
Lalu bagaimana dengan kita rakyat
0 comments to “FACEBOOK DITUTUP, SEDIH ATAU GEMBIRA?”