Pinter Sains

• Apa, Bagaimana
• Para Shahbat dan Shahabiyah
• Penyakit Hati dan Obatnya (2)
• Penyakit Hati dan Obatnya
• Penyejuk Hati

“Subhanalloh”, pekik suara ulama

Menghentakkan jantung para hamba

Telinga peka, mulut bisu mengiba nasihat

Tubuh membatu, jiwa membara terbawa arus suasana

Cinta, benci laksana air dan minyak

Menyimak untaian nasihat pelopor Islami

Pemuda tergelitik sayup meratap kisah Nabi

Bandit-bandit agama terhempas uraian nafas ulama

Pejuag generasi lahir atas lisan utama

Hening membawa suasana senyap

Hingar-bingar pengacau telah terungkap

Harapan tuli tak terwujud

Mendengarkan kisah Nabi Daud

gunung-gunung bertasbih bersama Daud

burung-burung pun bertasbih bersama Daud

“Akankan aku ternilai sebagai Hamba?”

Pekik suara hamba bertaubat

Gemuruh matahari terus terhempas lusuh

Jangan bersama langit biru

peristiwa mengharukan tertuju

Sang “ulama” menunduk sedih

Sembari bicara tanpa lirih

Mengigat pahala di sisi Alloh Yang Maha Pengasih

Tiba-tiba sebiji air turun dari pusaran alis

Membasahi keriput wajah di mimbar sepi

Jika Anda mengejar izajah, maka ilmu akan lari darimu

Jika Anda memburu harta, maka kematian akan menembakmu

Jika Anda berbangga dengan IQ, maka EQ akan menjauhimu

Jika Anda hadir hanya mengisi absen, maka engkau bagaikan mayat

Jika Anda terlalu banyak bermain, maka dunia akan lebih mempermainkanmu

Jika Anda mengolok-olok, maka nasihatmu tidak akan didengar

Jika Anda hanya mencela pemerintah, maka mereka tak peduli denganmu

Akan tetapi,…

Jika Anda mengejar ilmu, maka khalayak mempromosikanmu

Jika Anda memburu ilmu, maka kehidupan mengejarmu

Jika Anda memiliki EQ, maka kesuksesan ditanganmu

Jika Anda hadiri merilis sejarah, maka namamu akan berbekas

Jika Anda fokus di akademik, maka dunia bangga denganmu

Jika Anda memberi solusi, maka lisanmu diabadikan

Jika Anda sembunyi dalam nasihat, maka mereka akan menerimamu

Rambut telah menari riang di kepalanya

Rapuh menerpa jidad mulus

Kilauan matahari menyambar matanya

Membuahkan pandangan tajam

Rembulan terkikis masa

Menyisakan detik –detik menegangkan

Panggilan Adzan telah mencetus bocah itu

Bocah terkuat semasanya

Tiupan angin karena tekanan udara subuh

Tak melemahkan niat sucinya

Hewan –hewan ganas menanti mangsa

Tak mengaratkan kristal imannya

Dua roda sepeda mungil menjadi harapan dia

Kedua kaki pun siap mengayuh

Membawanya ke kehidupan kekal

Hingar-bingar meletup deras dalam qolbu terjadi

Tibalah melapaskan kelelahan menyongsong harapan

Dia melemparkan doanya ke atas, seraya

“Ya Alloh, berikanlah hidayah kepada temanku, kakakku, ayahku”

Telah terkubur bersama masa

Sebuah peradaban takkan kembali

Hilang dilarut malah, silau di waktu siang

Nampak jauh ketika tak terukir

Lembaran putih tanpa goresan pena

Akan menjadi penghancur masa

Goresan pena tanpa minat

Akan menjadi sirna dibuaian belaka

Hendak cerdas bersama kehidupan

Nyaris kebodohan yang dinanti

kisah cinta sebatas khayalan

kisah sahabat sejauh mata memandang

berharap akan datang suatu kaum

monoleh dan berbalik mengukir sejarah

sejarah cinta, persahabatan, keabadian

semua akan terungkap

laksana sang raja memanggil budak-budak

Mari ke mari

Tuliskan semua hingar-bingar itu

Kokohkan pikiran bersama ilmu

Ikatlah ilmu dengan tulisan

Supaya masa depan menatap

Bahwa engkau ada

Engkau tidak mati

Kematiah bagi kertas kosong

Kehidupan bagi goresan pena

Linangan air hujan membasahi atapku

Merasuk membelai hati beningku

Tegar meski harus menghadapi sekat-sekat alam semesta

Agar ku raih pendidikan luas

Di pagi itu, uraian tangan Ibu membantu

Menyiapkan bekal fisik lemahku

Kuterima sembari menatap wajah keriputnya

Keberjalan di atas tanah kasar

Merilis harapan masa kemilau

Berlari berharap tak kunjung terlambat

Mendapatkan gusaran para guru

Tiba saatnya ku torehkan masa depan yang kemilau

Mengangkat pena menggoreskan makna

Menjadikan haus di atas keran buku-buku

Masa depanku tercipta hari ini

Ku berharap suatu saat nanti mehirkan sejarah

Sejarah penjang bernuansa hikmah

Umurku telah binasa dimakan dosa

Sisa usia yang tak tahu kapan bicara

Deretan tugas dunia melalikanku

Gemerlap dunia terhampar di mataku

Ibadah telah kuserahkan hanya kepada Alloh

Solat dan puasa telah terealisasi

Menanti perhitungan itu

Menunggu hisab dari amalan-amalan

Tak ada kepastian di hari itu

Hari yang tak ada lagi manfaat hartaku

Tak ada kepastian tertawa pada saat itu

Tawa canda yang sering bersama sahabatku

Satu harapan harus tegar

Satu cita-cita tetap kokoh

Bukan angan-angan belaka

Melainkan hidayah tetap bersamaku

Ku teringat bukan amalan menjamin

Bukan solat dan puasaku menjamin

Tapi ridho Alloh sebagai penentu jalan

Kubermohon mendapatkannya

Sembari menengadahkan tangan ke atas Arsy

Meminta kepada yang memiliki

Rotasi jarum jam berarus kencang

Mengalahkan hempasan arus lautan

Arus lautan menyisakan harapan

Rotasi jam melenyapkan harapan

Sekelumit manusia telah tergiur karena aliran waktu

Tanpa sadar dia termakan waktu

Manusia terlena dengan waktu

Waktu menertawai mereka

Manusia menyapa manusia lain

Manusia mengajak insan lain

Tak sadar matahari terus berputar

Bisakah manusia menghentikan putaran matahari?

Di saat matahari konsisten berputar

Teringat waktu terus merayap dan bergerak maju

Setelah berlalau ia tak menyapa lagi

Apakah manusia yang akan merubah atau dirubah

Kebaikan perubahan pada manusia

Kejelekan peradaban pada perlombaan waktu

Waktu itu adalah detik

Detik telah berlalu menuju jam

Jam berlalu menyapa hari

Hari berlalu memanggil bulan

Bulan berlalu melambai tahun

Tahun bertanya pada ibunya

Detik, “Mengapa kamu melahirkan saya?”

Tidurmu telah mencabik harapanmu

Harapan nan berkilau bersamamu

Lantas tidurmu mengikis umurmu

Wajah yang cantik hilang bersamanya

Raut muka yang gagah terkubur bersama tidurmu

Engkau bergerombolan di atas lautan mimpi

Engkau bersemayam di atas pembaringan sepi

Dua puluh wajah terkungkung di bawah atap

Satu wajah menatap mereka tersenyap

Wajah mereka tak memandang dia

Rupa mereka congkak tanpa sadar

Tatapan satu wajah itu tetap tegar

Lantaran tergelitik dengan kematian

Sembari mengingat keberadaan hakikan kehidupan

Berjalan menuju kiblat tanpa mihrab

Bibir menggelegar seraya takbir

Bibir membuming seraya syahadat

Bibir menyadarkan lantaran memanggil

Menuju titik asal

Membangunkan yang telah mati