Di kalangan orang-orang teknik sipil atau arsitek, teknik sosrobahu sudah barang tentu akrab di telinga. Teknik sosrobahu merupakan teknik konstruksi yang di gunakan terutama untuk memutar bahu lengan beton jalan layang. Dengan teknik ini, lengan jalan diletakkan sejajar dengan jalan di bawahnya, selanjutnya diputar 900 sehingga pembangunanya tidak mengganggu arus lalu lintas di bawahnya.
Teknik ini banyak di terapkan di jalan layang, baik di Indonesia maupun di luar negeri, seperti Filipina, Malaysia, Thailand dan Singapura. Penemunya adalah orang Indonesia yakni Ir. Tjokoda Raka Sukawati.
Sekitar 1980-an akhir, koran-koran nasional ramai menggambarkan pembangunan jalan tol dari Cawang ke Tanjuk Priuk, yang memiliki panjang total kurang lebih 16,5 km. Pembangunan jalan ini tak berlangsung mulus. Kendala utamanya ada pada teknik konstruksi konvensional yang digunakan. Jika dipakai secara paksa, teknik tersebut akan menambah macet arus lalu lintas yang sibuk dan memiki banyak persimpangan.
Bayangkan saja, tiang horisontalnya yang hendak dibangun bisa mencapai ukuran 22 m, nyaris sama lebarnya dengan jalan by pass itu sendiri. Tentunya hal ini bertentangan dengan tujuan dibuatkannya jalan tol yang memang diset untuk mengatasi kemacetan. Alternatif lain yang diusulkan adalah memakai metode gantung, seperti yang dilakukan di Singapura. Sayangnya, apabila teknik ini dipakai, maka faktor biaya yang jauh lebih mahal yang menjadi kendalanya.
Adalah Ir. Tjokorda Raka Sukawati yang berhasil memecahkan persoalan ini dengan menciptakan tiang pancang yang diberi nama sosrobahu. Gelar insinyurnya didapatkan dari sekolah di Departemen Sipil di Institut Teknologi Bandung (ITB). Karirnya dimulai saat ia masuk di perusahaan PT. Hutama Karya hingga ia menjabat menjadi direktur perusahaan tersebut.
Kisah penemuan ini bermula di garasi mobil. Suatu hari Tjokorda hendak membetulkan mobil marcedes buatan tahun 1974-nya yang rusak. Ia memompa dongkrak hidrolik untuk mengangkat roda depan. Tetapi, kerena keadaan garasinya yang agak miring dan pembantunya hanya mengganjal ban belakang mobil tanpa menarik rem tangan, ditambah ceceran tumpahan oli. Begitu mobil itu tersentuh, badan mobil berputar dengan sumbu batang dongkrak. Kejadian itu memantik bohlam ide di dalam kepalanya. Hari itu ia urung memperbaiki mobilnya.
Satu hal yang ia catat, dalam ilmu fisika dengan meniadakan gaya geseknya, benda seberat apapun akan mudah digeser. Ia juga ingat bahwa pompa hidrolik bisa dipakai untuk mengangkat benda berat dan bila bertumpu pada permukaan yang licin, benda tersebut mudah digeser. Bayangan Tjokorda adalah menggeser lengan beton seberat 480 ton itu.
Kemudian Tjokorda membuat percobaan dengan membuat silinder bergaris tengah 20 cm yang dibuat sebagai dongkrak hidrolik dan ditindih beban beton seberat 80 ton. Hasilnya bisa diangkat dan dapat berputar sedikit, tetapi tidak bisa turun ketika dilepas. Ternyata dongkrak tersebut miring posisinya. Tjokorda kemudian menyempurnakannya. Posisinya ditentukan persis di titik berat lengan beton di atasnya.
Untuk membuat rangcangan yang pas, dasar utama Hukum Pascal yang menyatakan: ”Bila zat cair pada ruang tertutup diberian tekanan, maka tekanan akan diteruskan kesegala arah.“
Zat cair yang digunakan adalah minyak oli (minyak pelumas). Bila tekanan P dimasukkan dalam ruang seluas A, akan menimbulkan gaya (F) sebesar P dikalikan A. Rumus itu digabungkan dengan beberapa parameter dan memberikan nama Rumus Sukawati, sesuai namanya. Rumus ini orisinal idenya karena sampai saat ini belum ada buku yang membahasnya sebab memang tidak ada kebutuhannya.
Dari situ, selanjutnya ia memadukan hukum gesekan untuk memutar beban dengan Hukum Pascal untuk mengangkat beban, berhasil! Dilakukanlah pengujian dengan beban berbobot 85 ton hingga 180 ton. Berhasil lagi! Diapun berhasil membuat alat putar silinder yang mengguncang dunia teknologi konstruksi.
Penemuannya ini langsung diterapkan pada proyek jalan layang yang sedang ditanganinya. Jadinya, tiang penyangga jalan yang sudah kering dan dibangun sejajar ruas jalan lantas di putar 90o melintang jalan. Caranya sepasang piringan baja berdiameter 80 cm dipasang di bawah tiang penyangga, usai tiang tersebut kering, di dalamnya dipompakan automatic transmission fluid (ATF) atau oli pelumas sebanyak 78,05 kg/cm2. Dengan teknik ini, tiang penyangga yang bobot kepalanya mencapai 480 ton dengan mudah bisa diputar.
Jalan layang tol Cawang-Tanjung Priok itu sebagai flyover pertama di dunia yang memakai teknik “pemutaran kepala tiang penyangga jalan terbang”. Meski Presiden (Soeharto) dan petinggi pemerintahan negeri ini waktu itu sudah menyaksikannya dengan mata kepala sendiri, pada pemasangan ke-85 awal November 1989. Tetapi, Direktur Jenderal Hak Cipta Paten dan Merek baru megeluarkan patennya pada tahun 1995. Tiga tahun lebih lama dibanding Jepang yang memberinya pada tahun 1992. Dua negara lain yang juga memberi paten adalah Malaysia, dan Filipina.
Sekarang teknologi sosrobahu sudah di ekspor ke Filipina, Malaysia, Thailand dan Singapura. Salah satu jalan layang terpanjang di Metro Manila, yakni ruas Vilamore-Bicutan, memakai teknik yang merupakan buah karya teknik yang merupakan buah karya teknik ciptaan Tjokorda. Di Filipina teknologi sosrobahu diterapkan untuk 298 tiang jalan, sedangkan di Kuala Lumpur sebanyak 135. Ketika teknologi sosrobahu diterapkan di Filipina, Presiden Filipina Fidel Ramos berujar, ”Inilah temuan Indonesia, sekaligus buah ciptaan putra ASEAN.”
Menurut rencananya, teknik ini akan dikembangkan versi 2-nya. Jika versi pertama memakai jangkar baja yang disusupkan ke beton, maka versi 2-nya hanya memasang kupingan yang berlubang di tengah. Lebih sederhana dan bahkan hanya memerlukan waktu kurang lebih 45 menit dibandingkan dengan yang pertama membutuhkan waktu 2 hari. Dalam hitungan eksak, konstruksi sosrobahu mampu bertahan sampai 100 tahun (1 abad).
0 comments to “Tjokorda Raka Sukawati (TIANG PENYANGGA SOSROBAHU)”