Suatu saat di mall, saya memperhatikan dua anak kecil, dua-duanya anak perempuan. Mereka terlibat pembicaraan menarik tentang boleh dan tidak boleh. Anak yang satu menasihati anak yang lain. Saya menggunakan mata untuk mengamati gerak-gerik mereka tanpa mereka ketahui. Saya “memasang” telinga untuk mendengarkan dialog mereka yang khas anak-anak.
Mengapa hal seperti ini harus saya lakukan? Profesi spesialis saya dalam menulis adalah menulis buku anak. Karena itu, saya pun menggunakan dua indera anugerah Tuhan, yaitu pelihatan (meskipun saat ini saya berkacamata minus belasan) dan pendengaran. Hasil melihat dan mendengar lalu saya simpan dalam memori. Memori ini kemudian bisa saya gunakan kembali ketika mulai menulis buku anak. Alhasil, dialog yang kita ciptakan bisa benar-benar khas anak-anak. Hasil melihat bisa menggambarkan suasana atau tingkah anak sebenarnya. Hasil mendengar bisa digunakan untuk memutar kembali rekaman suara anak sehingga dialog yang disusun bersumber dari memori ‘voice’ bahasa anak yang terekam.
Sahabat saya seorang praktisi NLP ketika saya terangkan hal begini menyebutkan dengan takjub bahwa itulah salah satu cara pemograman kata-kata yang bersumber dari syaraf, itulah cara NLP sebenarnya. Bahkan, cara-cara ini dikemas secara marketing oleh Joe Vitale menjadi hypnotic writing.
Saya menggunakan cara ini juga ketika melakukan tugas menulis (order) biografi maupun autobiografi. Saya berusaha menyelami pribadi orang/ tokoh yang ditulis dengan mengamati gerak-geriknya dan kebiasaannya. Lalu, saya merekam ‘voice’ orang atau tokoh tersebut sehingga masuk ke dalam memori saya. Lalu, rekaman ‘voice’ dalam hati tadi digunakan ketika mulai mengetikkan kata-kata di dalam tuts. Alhasil, seolah orang itu yang sedang bicara tentang dirinya dan saya hanya tinggal menuliskan.
Bagaimana dengan indera lain seperti penciuman dan perasa? Anda bisa gunakan hal ini untuk mengisahkan sesuatu secara dramatis. Perhatikan: “Bau daging kambing bakar begitu menyengat, tetapi tidak kumungkiri menerbitkan selera juga. Apalagi jika daging itu sudah dilumuri dengan kecap terbaik. Wuih, akan terasa menggurat lidah!” Ketika menulis ini, pasti kita memanggil memori penciuman daging kambing bakar dan bau kecap, mungkin kecap Bango atau ABC. Karena itu, penulis yang baik selalu memiliki memori penciuman apakah itu bau pizza, bau kencur, bau kamper, bau amoniak, bau karbit, bau sampah, bau bangkai, atau bau parfum.
Perasa juga sama, baik itu dengan lidah maupun dengan kulit. Seorang penulis bisa mengisahkannya dengan baik jikalau ia memang pernah merasakannya dan merekamnya dalam memorinya. Ia bisa menceritakan bagaimana kulit yang terbakar, kulit yang tertusuk duri, atau lidah yang merasakan buah peria.
Memori adalah daya tampung otak yang dialirkan oleh kabel-kabel syaraf sesuai dengan berfungsinya panca indera kita dengan baik. Kalau salah satu tidak berfungsi, yang lain akan menghasilkan daya lebih kuat. Seseorang yang tidak bisa melihat, daya pendengaran dan terutama indera keenamnya (intuisi) bisa berkembang baik. Karena itu, seorang penulis buta sekalipun, dapat menulis dengan baik dan mendalam.
Sungguh anugerah Tuhan memang luar biasa, bahkan untuk kita yang hendak menulis. Jangan sepelekan penggunaan indera ini sebagai kapasitas menghasilkan tulisan yang berdaya atau dalam bahasa Joe Vitale, tulisan yang menghipnosis. Hal-hal menakjubkan dari tulisan Anda bisa terjadi.
Lihat bagaimana respons pembaca terhadap penulis yang benar-benar menggunakan fitur- fitur inderanya. Ada yang berterima kasih, ada yang merasa tertolong, ada yang merasa terhibur, ada yang merasa mendapat solusi, bahkan ada yang mengurungkan niat untuk bunuh diri. Dan jangan pernah mengira bahwa anak-anak tidak mampu merespons atau mengapresiasi karya-karya Anda ini. Saya yakin penulis produktif cerita anak seperti Ali Muakhir, sudah merasakan respons menakjubkan dari orangtua si anak atau bahkan si anak sendiri. Saya pribadi pun sudah merasakan–telah ada puluhan bahkan mungkin ratusan SMS yang saya terima dari anak-anak pembaca buku saya. Dahsyatnya, mereka mengapresiasi tulisan saya seperti kemampuan apresiasi orang dewasa, bahkan ditingkahi dengan pertanyaan-pertanya an yang mengejutkan.
Bagaimana dengan Anda? Masih tidak bisa menulis, padahal sudah ada lima indera yang masih berfungsi dengan baik? Yap, tidak peduli siapa pun Anda, Anda sebenarnya bisa menulis!
(Sumber: Bambang Trim)
0 comments to “Gunakan Indera Menulis”